Rasa Kasih Sayang Semakin Jauh ?

Belajar Di rumah, Sebuah Keputusan

OPINI

Oleh: Adang Junaedi

Sukabumi, infokowasi.com

Hati ini isakit, seperti ada Luka di dalamnya, dan begitu terasa, ketika menyaksikan peristiwa yang berseliweran di media sosial, aku tersayat, melihat  Kondisi masyarakat kita, seolah sudah semakin jauh dari rasa kasih sayang, budaya itu entah kemana dan siapa yang mencabutnya? Ini terjadi di saat merebaknya Virus corona, yang menurut beberapa cerdik pandai, virus ini begitu ganas, berbahaya mengancam nyawa manusia, yang diserang adalah saluran pernapasan. “Namun, kini sampai menyerang hati dan otak manusia.” Aku bergumam dan sedikit geram.

Waktu itu, aku membaca sekaligus menonton video di Media sosial, yang menampilkan peristiwa kejadian pasien terdampak Corona Virus Disease, Covid-19. Jenazahnya ditolak untuk dimakamkan di daerahnya sendiri, dengan alasan warga takut terpapar  virus. Entah apa yang harus di katakan, saat warga menolak jenazah itu,  padahal belum dipastikan mayat itu, positif terpapar virus corona covid-19. Beredar di Medsos bahwa jenazah tersebut memang negatif, dibuktikan dengan hasil Test Lab dari Provinsi. Dan beredar di pesan WhatsApp, serta Facebook.

Benar-benar, kita sudah tak bisa berpikir jernih lagi, rasa sensitifitas  terhadap sesama hilang seketika, padahal siapa pun orangnya, tak ingin musibah ini mampir diantara keluarga kita. Dan tak bisa juga, saling menyalahkan, apalagi menghujat para petugas yang sudah maksimal bekerja siang malam, tanpa mempertimbangkan keselamatan dirinya, bahkan keluarga pun rela ditinggalkannya. Namun, dari sekian kejadian ada yang sempat melukai hati kita, dimana, hadir diantara kita saling mencurigai. Budaya ini yang sedang dirasakan warga masyarakat.

“Pak, tolong…! jangan di sebar-luaskan lagi, di media sosial, dia meninggal bukan karena terpapar Virus Corona, dia negatif tertular covid-19. Sekali lagi, tolong… ! Mengingat, saat ini, keluarga kami di jauhi tetangga, seolah mereka jijik melihat kami, padahal kami ini sedang mengalami musibah, bukan orang yang sudah melakukan kejahatan besar.” Lirih keluarga almarhum, seraya meminta agar para petugas untuk mensosialisasikan kepada masyarakat terkait protokol kehatan penanganan virus corona.

Aku, membaca keluhan dari  bapak. Iman, di Medsos, yang merupakan Paman keluarga almarhum, mereka menggambarkan kesedihannya, setelah ditinggal mati keponakannya, dia harus  dihadapkan pada  kenyataan, bukan hanya penolakan pemakaman ponakannya saja, tapi nyaris terusir dari daerah tempat tinggalnya. Dia bersama keluarganya  terpukul sekali. Atas kejadian ini. Dia sempat berburuk sangka, “Bahwa Allah telah membiarkannya,” Ungkap Dia, seraya memohon ampunan-Nya. Dan sesekali menerawang hiruk pikuknya  penyebaran covid-19.

Dia, tak bisa menyalahkan siapa-siapa, hanya meminta, bila ada kabar kematian jangan dulu memvonis atau disebarkan, sebelum ada bukti-bukti yang valid. Kebenaran itu, ada ditangan petugas medis, yang bisa memastikan seseorang  positif atau negatif.  Sebisa mungkin, semangat menyebar luaskan peristiwa kematian seseorang, mulai detik ini harus dihentikan. Lebih baik, kita bersama-sama meningkatkan semangat saling menolong antar sesama.

Aku, mendengar dan membaca, dimana-mana terjadi penolakan terhadap orang-orang yang terkena virus corona, malah yang belum pasti pun, yang baru dikarantina, untuk memastikan terpapar tidaknya,  juga ditolak. Yaitu, ditolak masuk ke kampung halamannya sendiri, mereka tidak bisa pulang,  tanpa bersyarat… !  Entah mereka merasa takut tertular, atau dalam lubuknya hatinya yang paling dalam, sudah tertanam kebencian. Benci karena apa? Kalau penyebabnya virus itu, bukan mengusir orangnya, tapi virusnya, yang harus di usir bersama-sama. Orang yang terkena virus, bukan sebuah aib, ini merupakan cobaan dari Allah. Kita sedang di uji, bukan malah mengotori diri, apa lagi kita sedang melaksanakan ibadah puasa. Hindari tindakan dan ucapan yang bisa tertolaknya ibadah kita.

Bagaimana ini? Orang yang mendapat musibah, malah di benci, di jauhi, dan di usir. Kemarin ketika ngobrol-ngobrol di sebuah mushola yang sepi, karena larangan kumpul-kumpul itu. Aku, dan dua temanku yang lainnya,  meskipun hanya bertiga. Aku asik berdikusi, membicarakan seputar virus corona yang melanda negeri ini, bahkan dunia, yang telah menghilangkan ratusan ribu nyawa. Sambil ngobrol, Aku mencoba membuka-buka laman Medsos, banyak bertebaran berita yang mengarah pada pembohongan publik, sengaja di sebar oleh si tukang gosip, bicara soal virus corona, ternyata cukup rame dan riuh.

Sambil melihat-lihat laman facebook, banyak komentar berseliweran, tentu semua mengutarakan pemdapatnya masing-masing. Sudah pasti isinya, juga  akan berbeda diantara mereka. Mulai dari kekuatiran ganasnya virus corona, bencana kelaparan, sampai kepada bantuan sosial yang yang masih berlarut-larut.

Aku, sangat prihatin, ketika menyaksikan salah satu media elektronik tv menyuguhkan berita tentang seorang  laki-laki paruh baya, meninggal akibat kelaparan. Ironis memang, kejadian itu, terjadi  saat bantuan digelontorkan oleh pemerintah, sementara ada orang di kampung sana meninggal kelaparan, karena kekurangan asupan makanan. Mereka berontak, mencaci maki, bahkan sumpah serapah lainnya ditumpahkan kepada petugas yang dianggapnya kurang adil.

Aku, sempat naik darah, ketika menyaksikan seorang jenazah di tolak warga, dengan alasan takut tertular virus corona. Dimana otak dan hati mereka disimpan, jenazah tetangganya sendiri ditolaknya. Tidak adakah para pemimpin di daerah, yang bisa menjelaskan semua persoalan ini. Aku rasa, pemimpin kita tidak sedang tidur, tidak lumpuh, sehingga membiarkan warga yang buta, main sanksi seenak udelnya, main hadang terhadap tetangganya, “Mau jadi apa warga bangsa ini,” gerutuku dalam hati.

Akhirnya, Aku, harus berhenti, memperburuk situasi dan mengedepankan suasana kemarahan, tak ada guna memang.  Apalagi mengambil kesimpulan yang belum pasti, ini suatu kesalahan besar. Pencegahan virus yang tergolong ganas ini, adalah jauh lebih penting, dan ini, “Tanggungjawab kita bersama.” Semua harus berperan aktif, mulai dari disiplin pribadi, seperti  sering mencuci tangan, memakai masker, jaga jarak, dan jauhi kerumunan.

Penggunaan Alat Pelindung Diri, hanya sebagai sarana saja, selanjutnya kembali pada disiplin diri kita msing-masing. Jaga kesehatan sebagai upaya tindak lanjut pertahanan diri, diam di rumah, mengisolasi diri, merupakan upaya untuk menyelamatkan keluarga kita!…

Sayangi diri kita, Sayang Keluarga kita, mari Lawan Covid-19

Bantu Pemerintah Memerangi Penyebaran Pandemi Covid-19 ini

Print Friendly, PDF & Email

Redaksi : redaksi@infokowasi.com


Marketing : marketing@infokowasi.com

Artikulli paraprakBerikut Ini Kriteria Utama Penerima BLT Dana Desa Covid-19 Menurut Mendes PDTT
Artikulli tjetërBatu Kapur Primadona Dan Dilema Jampangtengah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini